Teror, Akar Sejarah dan
Perkembangannya
Teror dan terorisme
adalah dua kata yang hampir sejenis yang dalam hampir satu dekade ini menjadi
sangat populer, atau tepatnya sejak peristiwa 9/11 pada tahun 2001. Jika Anda
memasukan kata terorisme pada mesin pencari di internet, maka Anda akan
mendapati ribuan bahkan jutaan hasilnya, dengan segala latar belakang,
pembelaan, tuduhan, perkembangan, dan lain-lainnya (yang ironisnya, selalu saja
menjadi kata sifat dan keterangan dari sebuah agama bernama Islam). Sebenarnya
apa dan bagaimana terorisme itu?
Arti
Teror atau Terorisme
Kata teror pertama kali dikenal pada zaman Revolusi Prancis.
Diakhir abad ke-19, awal abad ke-20 dan menjelang PD-II, terorisme menjadi
teknik perjuangan revolusi. Misalnya, dalam rejim Stalin pada tahun 1930-an
yang juga disebut ”pemerintahan teror”. Di era perang dingin, teror dikaitkan
dengan ancaman senjata nuklir.
Kata
Terorisme sendiri berasal dari Bahasa Prancis le terreur yang semula dipergunakan untuk
menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan
kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang
dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah.
Selanjutnya
kata terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di
Rusia. Dengan demikian kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut
tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.
Namun, istilah ”terorisme” sendiri pada 1970-an dikenakan pada
beragam fenomena: dari bom yang meletus di tempat-tempat publik sampai dengan
kemiskinan dan kelaparan. Beberapa pemerintahan bahkan menstigma musuh-musuhnya
sebagai ”teroris” dan aksi-aksi mereka disebut ”terorisme”. Istilah ”terorisme”
jelas berkonotasi peyoratif, seperti istilah ”genosida” atau ”tirani”. Karena
itu istilah ini juga rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang
penyalahgunaan. Namun pendefinisian juga tak lepas dari keputusan politis.
T.P.Thornton
dalam Terror as a Weapon of Political Agitation (1964)
mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis
yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan dan tingkah laku politik dengan
cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman
kekerasan. Terorisme dapat dibedakan menjadi dua katagori, yaitu enforcement
terror yang dijalankan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan
mereka, dan agitational terror, yakni teror yang dilakukan menggangu tatanan
yang mapan untuk kemudian menguasai tatanan politik tertentu.
Jadi sudah barang tentu dalam hal ini, terorisme selalu
berkaitan erat dengan kondisi politik yang tengah berlaku.
Sejarah
Terorisme
Terorisme berkembang sejak berabad lampau. Asalnya, terorisme
hanya berupa kejahatan murni seperti pembunuhan dan ancaman yang bertujuan
untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme
aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang
dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang
dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan
sebagai bentuk murni dari terorisme.
Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18,
namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam
buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul
sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19.
Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme
lebih diartikan sebagai sistem rezim teror.
Perkembangan
Terorisme
Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya
Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad
ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika.
Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan
revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang
berpengaruh.
Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II,
Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah.
Bentuk kedua Terorisme dimulai di Aljazair di tahun 50an, dilakukan oleh FLN
yang mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang
tidak berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai
Terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga Terorisme muncul pada tahun 60an dan
terkenal dengan istilah “Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa
saja untuk tujuan publisitas.
Penghalang
Terorisme
Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam
masyarakat yang ketika itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau
perjuangan melalui tulisan mempunyai dampak yang sangat kecil. Akan lebih
efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang bersifat eksplosif dan
sulit diabaikan. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal
"damai".
Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara
berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur –
Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan
timbulnya konflik Utara – Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan
rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan
dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan
bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara
Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah,
membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme.
Fenomena Terorisme meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an.
Terorisme dan Teror telah berkembang dalam sengketa ideologi, fanatisme agama,
perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah
sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.
Teror
di Masa Sekarang
Sebagai bagian dari fenomena sosial, terorisme jelas berkembang
seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk
melakukan kekerasan dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kemajuan
teknologi modern. Proses globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan
terorisme. Kemudahan menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan
edia yang luas membuat jaringan dan tindakan teror semakin mudah mencapai
tujuan.
Saat ini, a motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan
dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan
dan struktur sosial maupun konstelasi dunia. Namun tidak dipungkiri, bahwa
sekarang ini, Islam diidentikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung
terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi dan ataupun individualnya,
telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang
jelas sama sekali.
Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap
hari di berbagai belahan dunia.Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya
bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama ini
menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan
ketentuan seperti tidak sembarangan, tidak boleh membunuh non-kombatan, tidak
boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya.
(sa/berbagaisumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar