Konsep atau
makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri yang tumbuh dari
kemauan diri dengan dilandasai suasana hati yang ikhlas/rela tanpa tekanan dari
luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya mewujudkan kebaikan yang berguna
untuk diri sendiri dan lingkungannya.
Ramadhan adalah bulan suci, dimana segala aktifitas
selalu bernilai ibadah. dalam banyak hadits nabi mengatakan bahwa bulan suci
adalah bulan penghapusan dosa, karenanya di bulan ini dibagi menjadi tiga
bagian; pada sepuluh hari pertama adalah rahmah, sepuluh hari berikutnya adalah
ampunan dan sepuluh hari terakhir bernilai itqun
min an-nar.
Sebagai bulan pendidikan yang sarat makna, ramadhan juga
dapat kiranya dijadikan media mengasah fikir (baca; knowledge) dan mengasah dzikir (baca; spritualitas, affeksi) kita sebagai seorang muslim. Dalam konteks
ini, tentu ada banyak hal yang dapat kita gali untuk kemudian menuju
kesempurnaan basyariah. Selain hal
tersebut diatas, dibulan ramadhan inilah Al-Quran ter-wahyu-kan pertamakali
kepada Muhammad SAW. Inilah makna terdalam yang terkandung dalam bulan
peradaban ini. Dimana Al-Quran sebagai sumber nilai inti dari proses perubahan
baru dalam sejarah peradaban manusia di seluruh dunia. Nilai-nilai inilah yang
kemudian menjadikan ramadhan sebagai bulan revolusioner dalam membangun
peradaban alternatif umat, dari jahiliyah menuju ketersingkapan ilmu
pengetahuan, dari ketertinggalan menuju kemajuan, dari monarki menuju demokrasi,
dari penindasan menuju perdamaian Islam yang salam. Makna inilah yang kemudian
menjadikan bulan ramadhan sebagai bulan yang senantiasa kita nanti-nanti, bulan
yang kita tunggu dengan harapan kita dapat mengambil hikmah yang termaktub di
dalamnya. Dalam konteks ke-kini-an, ramadhan dapat kita maknai sebagai bulan
refleksi untuk kemudian menuju egalitarian, anti korupsi, penegakan hukum,
keadilan, dalam menata peradaban altenatif dalam konteks kebangsaan dan
kerakyatan kita. Pertanyaannya kemudian adalah; Apakah di dalam bulan suci ini
kita sudah mampu merefleksikan diri kita dan bangsa kita? untuk berbenah diri
dan kemudian menginsafi apa yang pernah kita kerjakan di masa-masa sebelumnya,
lalu kemudian tampil dengan segala harapan baru yang lebih baik. Apa yang harus
kita lakukan di dalam bulan suci ini? Apa yang harus kita tunjukkan sebagai
bangsa sejati melihat realitas Indonesia yang penuh dengan persoalan yang kian
hari bertambah rumit? Komitmen nasionalisme pemimpin-pemimpin negeri tercinta
ini perlu dipertanyakan? Persoalan-persoalan kemiskinan bangsa kita yang
semakin menambah akutnya masalah bangsa,dan yang akhir-akhir ini pengeboman
yang ada di jakarta. Seolah kejadian-kejadian itu sengaja di setting oleh
tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Karena dengan itu mereka dapat mengambil keuntungan dan mempertajam
hegomoni ketergantungan negara ketiga kepada negara-negera koloni (neo liberal).
Untuk menyikapi hal tersebut diatas, dengan bulan suci
ini diharapkan kita paling tidak mampu merefleksikan hal-hal yang seharusya
tidak terjadi di negeri ini, tidak kalah penting di dalam internal organisasi
kita sebagai komitmen (empowering society).
ALIANSI KEBANGSAAN adalah salah satu bentuk kepedualian terhadap generasi
Bangsa, selayaknya dapat menyatukan barisan,
merawat komunikasi untuk menciptakan sinergisitas, soliditas kader militan
dengan tahapan yang simultan. Dalam bulan suci ini marilah bersama-sama kita
melakukan silaturrahmi, ta’arruf dan konsolidasi gerakan untuk merangkai
tatanan kader yang ber-fikir, ber-dzikir dan melawan konspirasi ke-dhaliman,
meneguhkan kesejatian organisasi dengan nafas persahabatan yang fitri dalam
menciptakan pola komunikasi elemen bangsa terkecil sampai aparatur pemerintah
setingkat Bupati, Gubernur ataupun Presiden.
Dalam bulan ini kita harus melakukan silaturrahmi fikir,
dzikir dan amal sholeh dengan berbagai elemen bangsa, baik dengan birokrasi,
profesional, politisi, LSM dan berbagai elemen yag terkait untuk bersama-sama
melakuan ta’arruf Ramadhan bermakna dengan harapan bahwa dalam momentum ini
kita dapat menemukan format komunikasi dan konsolidasi gerakan kebangsaan dan
kerakyatan seperti yang kita cita-citakan bersama, menuju Indonesia Raya,
terciptanya masyarakat yang penuh keadilan dan kesejahteraan Berbangsa dan bernegara merupakan suatu konsep atau istilah yang
menunjukkan seseorang individu terikat dan atau menjadi bagian dari suatu
bangsa dan Negara tertentu.
Kesadaran
Berbangsa dan Bernegara Indonesia mempunyai makna bahwa individu yang hidup dan
terikat dalam kaidah dan naungan di bawah Negara Kesatuan RI harus mempunyai
sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasasi
keikhlasan/kerelaan bertindak demi kebaikan Bangsa dan Negara Indonesia.
Benarkah
bahwa kesadaran berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia melemah, apa
gejalanya, apa penyebabnya, dan bagaimana cara mengatasinya?
Gejala kesadaran berbangsa dan bernegara yang belum baik itu dapat kita
lihat dalam perilaku individu sebagai rakyat maupun pejabat yang masih
menunjukan tindakan-tindakan yang melanggar kaidah hukum, seperti mafia hukum,
merusak hutan, pencemaran lingkungan, tindak kriminalitas, lebih mementingkan
diri dan kelompok, korupsi, bersikap kedaerahan yang berlebihan (daerahisme)
atau etnisitas yang berlebihan, bertindak anarkhis, penggunaan narkoba, kurang
menghargai karya bangsa sendiri, mendewakan produk bangsa lain, dan sebagainya.
Merosotnya
kesadaran berbangsa dan bernegara karena empat hal sekaligus sebagai tantangan
ke depan, yakni sebagai berikut:
Pertama:
Karena globalisasi, berkat
kemajuan teknologi informasi dan transportasi, menjadikan seakan-akan kita
telah menjadi warga dunia sehingga identitas sebagai bangsa yang mandiri dan
mempunyai kharakteristik sendiri menjadi lebur dengan bangsa lain yang juga hilang
identitasnya. Akibatnya, tumbuh dan muncul budaya dunia/global. Identitas
sebagai bangsa semakin tidak jelas. Kedaulatan semakin menjadi mitos.
Ketergantungan antar Negara semakin tinggi.
Kedua:
Karena kepicikan perasaan
kedaerahan. Otonomi daerah telah merangsang nafsu yang merasa putera-puteri
daerah untuk menguasai tempat basah. Posisi politis yang strategis dilihat
sebagai kesempatan untuk memperkaya diri dan keluarga serta membangun
“kerajaan” atau “trah” atau “dinasti” baru. Mereka kehilangan wawasan dan
perasaan solidaritas bangsa dan tanggung jawab untuk kepentingan kesejahteraan
rakyat.
Ketiga:
Karena budaya konsumtif
hedonistik. Sikap ini merupakan tantangan dan penyebab dari dalam diri kita.
Konsumisme adalah sikap ketagihan para konsumen produk kapitalisme yang tidak
saja para kapitalis memproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi juga
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru untuk kepuasan masyarakat. Akibatnya
muncul life style mewah yang sudah
tidak memperhatikan lagi azas manfaat tetapi cenderung demi mengikuti trend gaya hidup yang konsumtif
hedonis. Dampaknya adalah kurang menghargai produk lokal yang dipandang kurang
memberikan pretise gaya
hidup modern yang salah diartikan.
Keempat:
Karena ideologi-ideologi
totaliter. Suatu ideologi dikatakan totaliter karena paham atau ajarannya yang
mengklaim memiliki kebenaran mutlak serta menuntut ketaatan tanpa reserve.
Ideologi komunisme dan nazisme merupakan ideologi totaliter yang dikelompokan
sebagai ideologi ekstrim kiri. Sedangkan ideolog religius yang fundamentalis
dikelompokkan sebagai ideologi totaliter/ekstrim kanan. Keduanya dapat
mengancam akan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Dalam
teori sosialisasi atau pendidikan ada sejumlah sarana/media/agen/jalur yang
dapat digunakan untuk membangun atau meningkatkan kesadaran berbangsa dan
bernegara, yakni keluarga, teman sebaya/pergaulan, sekolah, organisasi, dan
media massa.
Semua dapat berperan dengan kelebihan dan kekurangannya.
Ada kesan dengan harga mati Pancasila sebagai ideologi
yang tidak perlu dipermasalahkan lagi seolah-olah Pancasila tidak perlu
disosialisasikan toh masyarakat sudah menerima. Pemerintah lupa bahwa generasi
selalu berganti dan harus terus menerus diberikan pendidikan politik bagi
generasi baru demi kesinambungan NKRI.